23 Mei 2011

Membangun Karakter Penegak Hukum yang Barakhlaq Mulia

Membangun Karakter Penegak Hukum yang Barakhlaq Mulia

Oleh : Riyadi Hidayat*

Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Saat ini kebangkitan Nasional dijadikan sebuah moment yang paling berharga oleh pemerintah untuk membangkitkan lagi rasa dan semangat persatuan tersebut. Media informasi dan teknologi yang kian maju sangat mempengaruhi perubahan jiwa nasionalisme pada generasi muda Indonesia. Semangat persatuan kian luntur oleh desakan prubahan zaman yang memberi tuntutan matriil lebih tinggi dari pada rasa nasionalisme.

Tuntutan materiil yang terlalu tinggi inilah yang menimbulkan banyak kerusakan. Paham materialisme kian merasuk ke dalam jiwa manusia Indonesia. Sehingga jangan heran kalau korupsi kian hari kian menjadi dan sangat sulit untuk dibrantas. Isu-isu suap yang terjadi ternyata bukan hanya berita gosip semata tetapi sebuah kenyataan yang sangat menyayat hati.

Sangat jauh dari apa yang sudah dilakukan oleh para pejuang bangsa di masa lalu. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya demi bangsa dan negara. Coba kita lihat saat ini seorang pejabat negarapun sudah tidak lagi mencerminkan seorang negarawan yang baik. Orientasinya sudah berubah yang harusnya membangun negara justru sebaliknya merusak negara. Banyak aparat negara juga yang merusak citra lembaganya sendiri hanya karena alasan kurangnya gaji. Masya Allah hal ini adalah penyakit yang sangat berbahaya yang harus dicari obatnya.

Hukum mestinya harus betul-betul di tegakan sebagaimana makana hukum sebenarnya. Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk menaati hukum.

Saya pikir yang harus menjadi fokus untuk menegakkan Hukum dan Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah memperbaiki karakter penegak hukum. Karakter penegak hukum yang bersih, jujur dan dapat dipercaya adalah kunci sebenarnya. Bagaimana mungkin masyarakat akan menaati hukum kalau penegak hukumnya juga melanggar hukum. Kalau bicara peraturan tentu saya yakin semua peraturan sudah dibuat dengan baik dan disesuaikan dengan keadaan. Tinggal bagaimana penegak peraturan saja mengingatkan kembali kepada objek yang menjadi sasaran peraturan tersebut. Penegak peraturan juga harusnya menjadi contoh terlebih dahulu sebagai bentuk pencitraan positif. Mengambil pepatah yang sangat bagus bahwa satu tauladan yang baik lebih berarti daripada 1000 nasehat adalahsebuah kenyataan.

Bagi saya sebagai seorang masyarakat awam melihat bahwa para penegak hukum sesungguhnya sudah bermasalah sejak proses perekrutan. Bagaimana bisa seorang penegak hukum bisa profesional bekerja kalau sejak awal masuk dia menggunakan cara tidak mulia. Masih ada praktek suap untuk masuk menjadi penegak hukum. Hal inilah seringkali kenapa sulit untuk memperbaiki Hukum dan HAM negeri ini. Sejak awal saja sudah menyuap tentu selanjutnya ketika bekerja dia pingin disuap. Kalau dari kacamata agama cara suap seperti ini tidak menimbulkan keberkahan. Hal yang terlihat sepele inilah sering kali diabaikan, kita banyak terfokus pada kesalahan personal dengan mengabaikan tinjauan dari sumbernya.

Solusi terbaik adalah dengan secara tegas membersihkan praktek suap yang terjadi sejak wala perekrutan. Hal ini kalau dilakukan Insya Allah nilai keberkahannya akan tampak kalau semuanya dari awal sudah bersih. Rekrutmen yang baik sejak awal akan menghasilkan penegak hukum yang takut pada Tuhan. Para penegak hukum yang takut pada Tuhan dimanapun dia berada, disuap sebesar apapun tidak akan mempan, yang ada dalam fikiranya dia adalah penegak hukum sehingga harus bekerja sesuai sumpah jabatannya.

Pembangun karakter penegak hukum ternyata sangat penting kalau kita ingin melihat Hukum dan HAM di Indonesia tegak kembali. Karakter penegak hukum yang berakhlaq mulia akan memperlihatkan sebuah sosok penegak hukum yang dapat dipercaya. Masyarakat pasti akan segan dan hormat melihat penegak hukum seperti tersebut. Saya yakin Indonesia akan kembali bangkit apabila penegak hukumnya mencintai negeranya diatas kepentingan pribadi dan golongan.

*) Penulis adalah

Guru SD Negeri Mlati 1

Mlati, Glondong, Sendangadi, Mlati, Sleman

Tidak ada komentar: